Ombudsman RI menggelar laporan tahunan 2020, Senin (8/2). Dalam laporan tersebut, Ombudsman menerima laporan hingga tujuh ribu kali dalam setahun.
“Pada tahun 2020, Ombudsman RI telah menerima laporan/pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik sebanyak 7.204 Laporan,” demikian dikutip kumparan dalam laporan tahun 2020 Ombudsman, Senin (8/2).Laporan tersebut terdiri dari 6.522 laporan reguler, 559 respons cepat, dan 123 investigasi atas prakarsa sendiri. Laporan ini meningkat hampir seratus persen dibanding tahun sebelumnya.”Jumlah konsultasi non-laporan dari masyarakat kepada Ombudsman meningkat hingga 99,2% dibanding tahun sebelumnya,” tertulis dalam laporan itu.”Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat mulai memiliki kesadaran untuk lebih berani menyampaikan permasalahan pelayanan publik yang dialami secara langsung kepada instansi terlapor, dengan terlebih dahulu meminta saran dari Ombudsman,” sambungnya.Adapun berdasarkan klasifikasi, laporan tersebut paling banyak diajukan oleh perorangan yakni 70,20%. Diikuti oleh badan hukum atau organisasi; kuasa hukum; anggota keluarga; dan kelompok masyarakat.

Laporan terbanyak yakni terkait dengan penundaan berlarut sebanyak 31,57%; penyimpangan prosedur 24,77%; tidak memberikan pelayanan 24,39%; tidak patut 7,25%; tidak kompeten 4,01%; penyalahgunaan wewenang 3,66%; permintaan imbalan uang, barang dan jasa 2,75%; diskriminasi 1,29%; konflik kepentingan 0,17%; dan berpihak 0,14%.Sedangkan dari laporan itu, lima institusi teratas yang dilaporkan ke Ombudsman yakni pemerintah daerah (39,59%); Kepolisian (11,34%); Badan Pertanahan Nasional (10,01%); Instansi Pemerintah/Kementerian (9,44%); dan BUMN/BUMD (8,27%).”Di pemerintah daerah ini, di dalamnya ada layanan kesehatan oleh dinas-dinas, oleh satuan-satuan kerja di pemda yang memberikan pelayanan, dan totalnya mencapai 39 persen lebih,” kata anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, secara daring yang disiarkan di YouTube Ombudsman.Sementara untuk sektor kepolisian, masalah layanan kepolisian yang dilaporkan adalah terkait penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, DPO, visum serta labrim sebanyak 55%; penerimaan laporan di krimum, krimsus, propam sebanyak 23%; kode etik dan SDM 4%; SPKT 4%; tindak tegas 3%; penindakan huru hara 1% dan lain-lain 10%.

Soroti Rangkap Jabatan BUMNDalam laporan tahunan 2020 itu juga, Ombudsman menyoroti perihal rangkap jabatan di tubuh pejabat BUMN. Ada tiga klaster rangkap jabatan yang dicatatkan oleh Ombudsman.Pertama, ada 112 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan (non kementerian). Komisaris tersebut dari sejumlah instansi mulai dari TNI, Polri, Kejaksaan, Pemda, BIN, BPKP, BPK, KSP, dan lainnya.Kedua, 254 Komisaris BUM terindikasi rangkap jabatan (kementerian) mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan dan lainnya.Ketiga, 31 Komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan (akademisi). Mulai dari akademisi dari UI, UGM, Universitas Hasanudin, Unpad, ITSN, dan lainnya.Alamsyah mengaku sudah membuat catatan ke presiden untuk menerbitkan perpres terkait rangkap jabatan ini. Agar permasalahan rangkap jabatan ini bisa cepat diselesaikan.”Kami sudah memberikan catatan kepada presiden untuk menerbitkan perpres pembatasannya agar bisa dijalankan agar lebih efektif,” ucapnya.