Euforia investasi saham di Indonesia semakin tinggi. Terbukti di tahun pandemi COVID-19 saja jumlah investor ritel justru semakin meningkat. Logikanya ekonomi makin sulit, kok yang jadi investor makin banyak?
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat investor pasar modal sepanjang 2020 meningkat 56% menjadi 3,87 juta, berdasarkan data Single Investor Identification (SID).
Obrolan tentang saham di media sosial pun semakin ramai. Bahkan tokoh, artis hingga influencer tiba-tiba menjelma menjadi ‘imam’ trading saham. Jamaahnya ya investor newbie itu.
Rebound Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan dihiasi saham-saham yang terbang tinggi membuat para investor newbie semakin terbuai. Kapan lagi bisa ternak uang dengan cepat di saham. Cuan pun membuat mereka percaya diri dan merasa sudah jago trading saham.
Namun di tengah euforia trading saham saat ini mulai bermunculan teriakan minta tolong dari investor-investor baru. Di medsos ramai postingan sebuah foto yang berisi penggalan beberapa tangkapan layar pesan singkat yang berisi investor mengeluh beli saham pakai uang panas.
Dalam postingan itu ada yang ngeluh beli saham dengan meminjam hingga 10 aplikasi pinjol hingga Rp 170 juta untuk membeli 500 lot saham ANTM. Ada juga yang membeli saham KAEF dengan menggunakan uang arisan dan uang titipan ibu-ibu PKK. Ada juga yang beli saham dengan menggadaikan tanah dan BPKB mobil.
Praktisi dan Inspirator Investasi sekaligus penulis buku Bandarmology, Ryan Filbert mengingatkan bahwa di pasar saham ada yang namanya bandar. Bandar sendiri sebenarnya dibutuhkan dalam sebuah saham agar membuat saham itu tetap sehat. Namun terkadang bandar ini berubah wujud menjadi bandit.
“Bandar itu belum tentu bandit. Bandit itu ya kalau dia bilang jual ternyata dia malah beli, atau dia bilang beli ternyata dia malah jual,” terangnya kepada detikcom, Senin (18/1/2021).