LAPORAN MASYARAKAT – Para pengembang yang ikut serta dalam Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) keluhkan harga rumah bersubsidi yang tidak kunjung naik selama dua tahun. Padahal, harga bahan bangunan sudah naik signifikan terutama besi dan semen.
Ketua Umum DPP Himperra, Endang Kawidjaja mengungkapkan, telah dua tahun lebih harga rumah bersubsidi tak dinaikkan. Padahal, harga berbagai bahan bangunan sudah naik signifikan. Misalnya, harga besi sejak enam bulan terakhir sudah naik 120 persen.
Demikian juga harga bahan bangunan yang lain seperti kusen, semen dan banyak lagi. Bahkan akibat perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan harga solar industri naik, membuat barang-barang hasil pabrikan yang diperlukan membangun rumah bersubsidi juga ikut naik.
“Harga pasir juga ikut naik. Ini imbas dari kenaikan biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM,” kata Endang Kawidjaja, Selasa (26/7), di sela Rakerda DPD Himperra Jatim.
Sebab itu, pihaknya sudah mengusulkan ke pemerintah agar harga rumah bersubsidi segera dinaikkan. Karena beban pengembang, khususnya pengembang rumah bersubsidi sangat berat. Marjinnya sangat kecil. Hal ini berbeda dengan pengembang perumahan mewah.
Bila usulan kenaikan harga rumah subsidi tidak segera direalisasikan, maka kualitas bangunan akan berkurang. Karena pengembang harus menyesuaikan kenaikan harga bahan bangunan. Tidak menguntungkan semua skala. Kuantitas bangunan juga akan berkurang. Pengembang enggan membangun.
“Desember lalu, Kementerian PUPR sudah berjanji akan menaikkan harga. Namun hingga sekarang belum ada realisasinya. Informasinya terhambat di Kementerian Keuangan,” tambahnya.
Pihaknya juga mengeluhkan rumitnya perijinan yang dihadapi pengembang rumah bersubsidi. Sekarang pengembang bersubsidi diperlakukan sama dengan pengembang rumah mewah, apartemen maupun lainnya seperti adanya Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) dan Tim Professi Ahli (TPA).
Baca Juga : Direktur PDAM Tirta Bahalap Diharapkan Dapat Jadikan Keluhan Masyarakat sebagai Bahan Evaluasi
Ia mengaku sekarang membangun rumah bersubsidi lebih sulit. Bahkan dibanding rumah tapak sederhana juga masih lebih sulit. Dia berharap agar masalah perijinan rumah bersubsidi berbeda. Jika ini tetap diberlakukan, maka akan sulit mendapatkan konraktor yang sesuai harapan pemerintah.
“Sekarang sedang diperjuangkan. Sedang berusaha ke Dirjen Cipta Karya agar perijinan rumah subsidi ini berbeda. Lebih mudah, lebih simpel dan lebih cepat,” tuturnya.
Soal target pembangunan rumah bersubsidi tahun ini, Ketua DPD Himperra Jatim, Supratno mengaku secara nasional sebanyak 210 ribu unit. Namun hingga saat ini baru terealisasi sekitar 97.000 unit. Di Jatim yang ditargetkan 12.000 unit, saat ini sudah terealisasi 60 persen.
Ia juga mengeluhkan soal harga rumah subsidi yang tidak segera dinaikkan. Dia mengaku membangun rumah subsidi lebih mahal dari rumah komersial. Keuntungannya kecil dan lebih banyak nilai ibadahnya karena membantu mewujudkan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Secara logika kalau harga materialnya naik sementara harga rumah sudah dipatok oleh pemerintah, tentu dampaknya kuantitas akan berkurang karena kemampuan membangun rumah tidak seperti membangun dengan harga material yang normal.
“Jumlah rumah subsidi yang dibangun juga tidak akan sesuai yang kita harapkan. Kalaupun bisa dengan harga yang tetap ya tentu akan dikurangi kualitasnya. Sederhana saja ini hukum alam,” kata Supratno.
Sementara itu, sebanyak lima kabupaten di Jawa Timur, yakni Bangkalan, Madiun, Gresik, Bojonegoro, dan Situbondo mendapatkan penghargaan sebagai daerah dengan prestasi percepatan pemberian perijinan perumahan di Jawa Timur.
Supratno mengatakan, pihaknya berterimakasih kepada kepala daerah dari 5 kabupaten tersebut. Sebab telah mempermudah perijinan kepada pengembang khususnya anggota Himperra. “Kemudahan perijinan itu tentunya sangat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mendapatkan hunian,” tutup Supratno.
Baca Juga : Masalah Keluhan Air Bersih di Blok H Perum BTP, PDAM Duga Ada “Sabotase”
Sumber : Jawapos.com | Editor : Salma Hasna