PURWOREJO – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengunjungi Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Sabtu (19/2).
Tanpa pengawalan, dia sengaja menyempatkan diri datang ke sana di sela kunjungan kerjanya, untuk mendengarkan keluhan warga terkait polemik di Wadas.
Setibanya di Masjid Nurul Huda Wadas, Gus Yasin, sapaan Wagub, disambut masyarakat dengan lagu Yalal Wathon. Dia juga tampak akrab menyapa anak-anak yang kebetulan diajak orang tuanya ke masjid.
“Saya pribadi menyampaikan prihatin, dengan adanya kejadian seperti kemarin. Alhamdulillah, tadi saya lihat anak-anak sudah senang, sudah ceria. Masyarakatnya sudah mulai kembali aktivitasnya,” kata Gus Yasin, di hadapan warga Wadas.
Kepada warga, Wagub mengaku telah mendengarkan unek-unek warga melalui Gus Fuad, selaku tokoh masyarakat di Wadas. Dia mengaku sudah mendapatkan gambaran mengenai polemik yang terjadi.
Menurut Gus Yasin, akar masalah sejak awal adalah persoalan komunikasi. Gus Yasin yakin, apabila komunikasi dibangun secara baik dan transparan sejak awal, masalah besar tidak akan muncul.
“Saya lihat, ada komunikasi yang salah. Ayo kita perbaiki bersama. Minimal, kalau ada masalah, rembugan harus jelas dari awal. Saya sampaikan supaya tahu semua. Namanya jual beli, ya harus tahu harganya. Yang dibeli berapa, kelanjutannya gimana. Harusnya kan gitu,” terangnya, diamini warga serentak.
Sebelumnya, Gus Fuad menyampaikan kronologi peristiwa dan penolakan sebagian warga terkait penambangan quarry Wadas, untuk pembangunan Bendungan Bener.
Menurutnya, tidak ada transparansi dan sosialisasi sejak awal dari pihak aparatur desa. Hal itu terus berlanjut sampai warga mencari tahu sendiri, soal kejelasan rencana penambangan di Wadas.
“Warga resah, mau nanam juga tidak tenang. Akhirnya, para sepuh mengirimkan surat ke kepala desa. Tapi tidak ada balasan,” kata Gus Fuad.
Dia mempertanyakan mengenai posisi Wadas yang dipakai sebagai situs penambangan. Padahal, secara lokasi, Wadas terpisah dari Bendungan Bener.
Dia juga menyoroti soal appraisal pembebasan lahan yang dirasa tidak semestinya. Hal itu membuat warga menjadi semakin resah.
Gus Fuad menyebut, warga merasa tidak ada keadilan yang seharusnya didapatkan.
“Kenapa kok Wadas ini kok masuk dalam PSN (proyek strategis nasional) sementara tempatnya terpisah yang mau diambil materinya. Artinya bukan lokasi proyek. Kedua, appraisal ini diumumkan setelah kita menyetujui semua. Jadi bukan kesepakatan dulu harganya berapa baru kita setuju, itu bukan. Warga menilai, ini tidak adil. Tidak ada transparansi, sosialisasi,” terangnya.